111. Surat Al-Lahab
Al-Lahab (Ayat 1)
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
tabbat yadaa abii lahabin watabba “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Al-Lahab (Ayat 2)
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
maa aghnaa ‘anhu maaluhu wamaa kasaba “Tidaklah berfaedah kepadanya, harta bendanya dan apa yang dia usahakan” Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Al-Lahab (Ayat 3)
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
sayashlaa naaran dzaata lahabin “Dia akan dimasukkan kedalam api neraka yang bergejolak” Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Al-Lahab (Ayat 4)
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
wamra-atuhu hammaalata alhathabi “Dan (begitu pula) istrinya pembawa kayu bakar” Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Al-Lahab (Ayat 5)
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
fii jiidihaa hablun min masadin “Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal” Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir Al-Lahab (Ayat 1) Surat Al-Lahab atau yang juga dikenal dengan surat Al-Masad disepakati oleh para ulama merupakan surat Makkiyyah yang diturunkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah. Diturunkan di awal-awal dakwah Nabi di Mekkah yaitu ketika dakwahnya ditentang oleh pamannya sendiri Abu Lahab dan juga istrinya Ummu Jamil. Nabi adalah seorang yang dijuluki sebagai Al-Amiهn yaitu orang yang jujur lagi terpercaya. Bahkan julukan ini dikenal dan diakui oleh orang-orang musyrikin. Diantara pengakuan mereka terhadap sifat amanah Nabi adalah mereka menitipkan barang-barang berharga mereka kepada Nabi ketika mereka meninggalkan kota Mekkah untuk sementara, karena mereka tahu bahwa Muhammad adalah seorang yang amanah. Bahkan sebagian diantara mereka masih saja menitipkan barang-barang berharganya meskipun Muhammad sudah menyatakan dirinya kalau ia seorang Nabi. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari beberapa sahabat Nabi, mereka berkata : فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَقَامَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رضي الله عنه – ثَلاَثَ لَيَالٍ وَأَيَّامِهَا حَتَّى أَدَّى عَنْ رَسُوْلِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – الْوَدَائِعَ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَهُ لِلنَّاسِ، حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهَا لَحِقَ رَسُوْلَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallah keluar -berhijrah ke Madinah- sementara Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu tetap tinggal di Mekah selama tiga hari tiga malam sampai menyerahkan kembali harta titipan yang dititipkan orang-orang kepada Rasulullah. Tatkala Ali selesai dari pengembalian harta-harta tersebut maka Ali menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah” (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubro 6/289 melalui jalan Ibnu Ishaq. Ibnu Hajar berkata sanadnya kuat, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ al-Gholiil 5/384 no 1546) Meskipun kaum musyrikin Arab mengakui bahwa Nabi adalah orang yang sangat amanah, tetapi setelah nabi mengumumkan bahwa ia adalah seorang Nabi, tiba-tiba mereka seluruhnya memusuhi Nabi. Mereka lantas mengatakan bahwa Nabi adalah seorang pendusta, orang gila, seorang penyair gila, seorang dukun, dan seseorang yang terkena sihir. Seluruh tuduhan-tuduhan buruk mereka lontarkan kepada Nabi Muhammad. Namun anehnya mereka tetap saja menyimpan barang-barang berharga mereka kepada Nabi. Seandainya mereka jujur dalam tuduhannya bahwasanya Muhammad adalah seorang pendusta niscaya mereka tidak akan menyimpan barang-barang berharganya kepada Nabi. Bahkan ini terus berlanjut hingga Nabi berhijrah ke Madinah, barulah Ali bin Abi Thalib ditugaskan untuk mengembalikan barang-barang tersebut kepada pemiliknya. Diantara bukti bahwasanya Nabi dikenal sebagai orang yang amanah yaitu ketika terjadi perselisihan antara pembesar-pembesar kafir Quraisy tatkala mereka memugar Ka’bah. Singkat cerita, seluruh kabilah-kabilah Quraisy pun ikut serta mengumpulkan batu-batu untuk membangun ka’bah. Masing-masing kabilah bertugas untuk membangun ka’bah pada posisi tertentu. Hingga ketika seluruh bagian ka’bah telah selesai dibangun dan bersisa bagian Hajar Aswad, timbullah perselisihan di antara mereka. Masing-masing kabilah menginginkan agar merekalah yang mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya. Hingga akhirnya masing-masing kabilah berkumpul dan saling bersumpah untuk bersiap berperang. Bahkan mereka bersumpah dengan cara memasukkan tangan mereka ke darah yang diletakkan di tempayan. Ketegangan tersebut berlangsung dalam waktu 4 sampai 5 hari. Akhirnya mereka berkumpul dan bermusyawarah di Masjidil Haram. Salah seorang dari mereka (yaitu Abu Umayyah bin al-Mughirah dimana dia adalah orang tertua pada saat itu) memiliki ide. Dia berkata: يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، اجْعَلُوا بَيْنَكُمْ فِيمَا تَخْتَلِفُونَ فِيهِ أَوَّلَ مَنْ يَدْخُلُ مِنْ بَابِ هَذَا الْمَسْجِدِ يَقْضِي بَيْنَكُمْ فِيهِ “Wahai kaum Quraisy, angkatlah menjadi pemberi keputusan atas perselisihan kalian orang yang pertama kali masuk dari pintu masjid ini (yaitu Masjidil Haram), dialah yang akan memutuskan perkara kalian.” Akhirnya mereka pun setuju. Ternyata yang pertama kali masuk dari pintu tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka serentak berkata, “Inilah Al-Amin (orang yang amanah/terpercaya), kami telah ridha, inilah Muhammad.”[1] Dalam musnad Imam Ahmad dari Maula Mujahid -dia termasuk orang yang ikut serta dalam pembangunan ka’bah di masa jahiliyyah- berkata : فَقَالَ: بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ نَحْنُ نَضَعُهُ، وَقَالَ: آخَرُونَ نَحْنُ نَضَعُهُ، فَقَالُوا: اجْعَلُوا بَيْنَكُمْ حَكَمًا، قَالُوا: أَوَّلَ رَجُلٍ يَطْلُعُ مِنَ الْفَجِّ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أَتَاكُمُ الْأَمِينُ، فَقَالُوا لَهُ، ” فَوَضَعَهُ فِي ثَوْبٍ، ثُمَّ دَعَا بُطُونَهُمْ فَأَخَذُوا بِنَوَاحِيهِ مَعَهُ، فَوَضَعَهُ هُوَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Sebagian suku dari Quraisy berkata, “Kamilah yang akan meletakan Hajar Aswad. Sebagian yang lain berkata, “Kami yang akan meletakkannya.” Lalu mereka berkata, “Jadikanlah diantara kalian seorang hakim (pemberi keputusan)!” Mereka berkata, “Yaitu orang yang pertama kali muncul dari jalan ini.” Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lah yang datang”. Maka mereka berkata, “Telah datang kepada kalian Al-Amin (orang yang terpercaya)”. Lalu mereka mengabarkan kepada Nabi (apa yang sedang mereka perselisihkan), kemudian Nabi meletakan Hajar Aswad di sebuah baju dan memanggil seluruh kabilah Quraisy. Masing-masing mereka mengangkat dan memegangi ujung-ujung baju tersebut, (setelah Hajar Aswad diangkat secara bersama-sama -pen) kemudian Nabi meletakan Hajar Aswad pada tempatnya.” (HR Ahmad no. 15504 dan sanadnya dishahihkan oleh para pentahqiq Musnad Ahmad) Kaum musyrikin sebenarnya mengakui akan sifat amanah dan kejujuran Nabi, tetapi karena keangkuhan mereka sehingga itu menghalangi mereka untuk membenarkan kenabian Muhammad. Salah satunya tentang asbabun nuzul dari surat Al-Lahab, dimana suatu ketika Nabi mengumpulkan orang-orang musyrikin dan memanggil seluruh kabilah seakan-akan telah terjadi sesuatu yang berbahaya. Ibnu ‘Abbas berkata : لَمَّا نَزَلَتْ: {وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ}، صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الصَّفَا، فَجَعَلَ يُنَادِي: «يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا بَنِي عَدِيٍّ» – لِبُطُونِ قُرَيْشٍ – (وفي رواية : يَا صَبَاحَاهْ) حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ، فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ، (وفي رواية : قَالُوا: مَا لَكَ؟ ) فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: نَعَمْ، مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا (وفي رواية : مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا)، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ اليَوْمِ، أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ فَنَزَلَتْ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ} Tatkala turun firman Allāh “Berilah peringatan kepada keluarga yang terdekat”, Nabi ﷺ naik di Jabal Shafa kemudian beliau pun menyeru, “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adiy” (dalam riwayat yang lain: “Yā shabāhāh[2]“). Hingga akhirnya mereka berkumpul, sampai-sampai jika ada seseorang diantara mereka yang tidak bisa hadir maka ia mengirimkan untusan untuk melihat apa yang terjadi. Datanglah Abu Lahab dan kaum Quraisy (dalam riwayat yang lain : mereka berkata, “Ada apa denganmu?”). Kemudian Nabi berkata, “Bagaimana menurut kalian jika kukabarkan kepada kalian ada sekelompok tentara berkuda di lembah hendak menyerang kalian tiba-tiba, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab: “Iya, kami tidak pernah mengetahui darimu kecuali kejujuran” (dalam riwayat yang lain: “Kami tidak pernah mendapatimu berdusta sama sekali”). Lalu Nabi berkata, “Jika demikian, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian di hadapan siksa yang pedih.” Maka Abu Lahab pun berkata, “Celaka kamu Muhammad sepenuh hari, apakah hanya karena ini kamu mengumpulkan kami?” Lantas turunlah firman Allah: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (QS Al-Masad : 1-2) (HR Al-Bukhari no. 4770, 4801, 4971 dan Muslim no. 208) Inilah sebab turunnya surat Al-Lahab atau surat Al-Masad. Allah berfirman pada permulaan surat:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” Abu Lahab adalah paman Nabi dan merupakan saudara kandung dari ayah Nabi. Jika diperhatikan, diantara paman-paman Nabi yang empat maka masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Abu Lahab memerangi dan memusuhi Nabi. Abu Thalib membela dakwah Nabi tetapi meninggal dalam keadaan musyrik. Hamzah bin Abdul Mutthalib membela Nabi sejak awal Islam dan meninggal dalam perang Uhud. Abbas bin Abdul Mutthalib masuk Islam belakangan. Abu Lahab adalah satu-satunya paman Nabi yang memusuhi dakwah Nabi. Bahkan disebutkan dalam suatu riwayat, setiap kali Nabi selesai berdakwah, maka muncullah Abu Lahab untuk memprovokasi orang-orang yang didakwahi oleh Nabi. Dari Robii’ah bin ‘Ibaad Ad-Diiliy (رَبِيعَةَ بْنِ عِبَادٍ الدِّيلِيِّ), ia berkata : رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَصَرَ عَيْنِي بِسُوقِ ذِي الْمَجَازِ، يَقُولُ: ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، تُفْلِحُوا ” وَيَدْخُلُ فِي فِجَاجِهَا وَالنَّاسُ مُتَقَصِّفُونَ عَلَيْهِ، فَمَا رَأَيْتُ أَحَدًا يَقُولُ شَيْئًا، وَهُوَ لَا يَسْكُتُ،يَقُولُ: ” أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تُفْلِحُوا ” إِلَّا أَنَّ وَرَاءَهُ رَجُلًا أَحْوَلَ وَضِيءَ الْوَجْهِ، ذَا غَدِيرَتَيْنِ يَقُولُ: إِنَّهُ صَابِئٌ، كَاذِبٌ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، وَهُوَ يَذْكُرُ النُّبُوَّةَ، قُلْتُ: مَنْ هَذَا الَّذِي يُكَذِّبُهُ؟ قَالُوا: عَمُّهُ أَبُو لَهَبٍ “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -yaitu mataku melihat beliau- di pasar “Dzil Majaaz”, beliau berkata, “Wahai manusia sekalian, ucapkanlah Laa ilaaha illalllahu niscaya kalian beruntung !”. Beliau masuk di lorong-lorong pasar sementara orang-orang berkumpul kepada beliau (heran dengan perkataan beliau), maka aku tidak melihat seorangpun yang berkomentar, sementara beliau terus tidak berhenti berkata, “Wahai manusia sekalian, ucapkanlah Laa ilaaha illalllahu niscaya kalian akan beruntung !”. Hanya saja di belakang beliau ada seorang yang juling yang tampan, dan rambutnya ada dua kepangan, ia berkata, “Ini adalah Shobi’ (yang meninggalkan tradisi leluhur) pendusta”. Aku berkata, “Siapa ini?”. Mereka berkata,”Muhammad bin Abdillah, dan ia menyebutkan tentang kenabian”. Aku berkata, “Lantas siapa itu yang mendustakannya?”. Mereka berkata, “Pamannya yaitu Abu Lahab” (HR Ahmad no 16023, dan dinyatakan shahih lighoirihi oleh para pentahqiq Al-Musnad) Abu Lahab cukup memprovokasi masyarakat Quraisy kala itu dengan mengatakan bahwa Muhammad telah berani meninggalkan tradisi nenek moyang yang sudah berjalan selama ratusan tahun. Abu Lahab tidak menuduh Nabi sebagai orang gila, tetapi cukup menggelarinya dengan shābi’, yaitu orang yang meninggalkan tradisi nenek moyang. Dan provokasi ini lebih laku daripada dengan provokasi dengan menuduh Nabi sebagai orang gila atau penyihir. Dalam hadits yang lain Dari Thooriq al-Muhaaribiy (طَارِقٍ الْمُحَارِبِيِّ) ia berkata : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ فِي سُوقِ ذِي الْمَجَازِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ، وَهُوَ يَقُولُ: ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوا “، وَرَجُلٌ يَتْبَعُهُ يَرْمِيَهُ بِالْحِجَارَةِ قَدْ أَدْمَى كَعْبَيْهِ وَعُرْقُوبَيْهِ، وَهُوَ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ لَا تُطِيعُوهُ فَإِنَّهُ كَذَّابٌ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: غُلَامُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا الَّذِي يَتْبَعُهُ يَرْمِيهِ بِالْحِجَارَةِ؟ قَالُوا: هَذَا عَبْدُ الْعُزَّى أَبُو لَهَبٍ “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasllam melewati pasar Dzil Al-Majaaz dan ia memakai baju berwarna merah dan ia berkata, “Wahai manusia sekalian ucapkanlah Laa ilaaha illallahu niscaya kalian akna beruntuh”. Dan ada seorang lelaki mengikutinya dan melempar beliau dengan batu yang mengakibatkan kedua mata kaki beliau dan kedua tumit beliau berdarah. Lelaki tersebut berkata, “Wahai manusia sekalian janganlah taat kepadanya, sesungguhnya ia adalah pendusta”. Maka aku berkata, “Siapa ini?”. Mereka berkata, “Seorang pemuda dari keturunan Abdul Muttholib”. Aku berkata, “Lalu siapakah yang mengikutinya dan melemparnya dengan batu?” Mereka berkata, “Itu adalah ‘Abdul Uzza Abu Lahab”. (HR Ibnu Khuzaimah no 159 dan dishahihkan oleh al-A’dzomi) Setiap Nabi berdakwah dan dicela oleh pamannya tersebut, maka Nabi pergi beranjak ke kabilah berikutnya. Nabi terus mendakwahkan tauhid dan mengingatkan orang-orang dari kesyirikan. Dan Abu Lahab terus mengikuti Nabi kemanapun Nabi berdakwah, hanya untuk mencelanya dan memprovokasi orang-orang agar tidak mendengarkan perkataan Muhammad. Tetapi Nabi tidak pernah terpengaruh oleh celaan Abu Lahab, meskipun Abu Lahab melemparnya hingga kaki beliau berdarah. Sungguh ini adalah cobaan yang berat, pemandangan yang sangat buruk, seseorang yang sedang berdakwah tetapi dimusuhi oleh keluarga terdekatnya yaitu pamannya sendiri. Aslinya nama Abu Lahab adalah Abdul Uzza (hambanya berhala al-Uzza), tetapi dalam ayat ini Allah tidak menyebutkan namanya karena di dalam namanya mengandung kesyirikan. (lihat Tafsir As-Sam’aani 6/298). Berbeda dengan Fir’aun, Allah tetap menyebut namanya, karena pada nama Fir’aun tidak mengandung kesyirikan. Dinamakan Abu Lahab karena wajahnya agak kemerah-merahan, bahkan ada yang mengatakan bahwasanya wajahnya bersinar dan tampan (lihat Tafsir As-Sam’aani 6/298). Tetapi sebagian ulama seperti Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa seharusnya jika wajah seseorang itu bersinar maka dia akan dijuluki Abu an-Nuur, orang yang bercahaya wajahnya. Tetapi Allah menakdirkan orang-orang tidak menggelarinya Abu Nur melainkan Abu Lahab, orang yang menyala wajahnya. Dan memang dia akan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala di neraka kelak. (Tafsir al-Qurthubi 20/237) Para ulama berusaha mengungkap hikmah penyebutan tangan Abu Lahab dan bukan anggota badan lainnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa kemungkinan ketika Abu Lahab memaki dan mencela Nabi, dia menunjuk-nunjuk dengan kedua tangannya. Sehingga kedua tangannya lah yang pertama kali disebut oleh Allah. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa penyebutan kedua tangan hanyalah perwakilan dari segala sesuatu. Apabila seseorang hendak melakukan sesuatu maka dia akan menggunakan kedua tangannya terlebih dahulu. Sehingga yang binasa bukan hanya tangannya tetapi seluruh tubuhnya. (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/235) Para ulama juga menafsirkan mengapa dalam ayat ini Allah menyebutkan “Binasa” dua kali untuk Abu Lahab. Sebagian menafsirkan bahwa ini adalah bentuk penekanan bahwasanya Abu Lahab sungguh sangat celaka sehingga disebutkan dua kali. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa تَبَّتْ yang pertama adalah doa yaitu “Semoga engkau celaka wahai Abu Lahab.” Kemudian kata Allah وَتَبَّ yang kedua adalah berita menjelaskan kenyataan bahwa ia benar celaka. Keterangan: [1] Siroh Ibnu Hisyam 1/196-197 [2] “Yā shabāhāh” adalah kata yang digunakan oleh orang-orang Quraisy sejak zaman Jahiliyah untuk mengumpulkan orang-orang, terutama kalau ada bahaya yang harus diingatkan. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir Al-Lahab (Ayat 2) Yang dimaksud dengan “apa yang dia usahakan” adalah anak-anaknya. Karena anak-anak juga disebut dengan كَسَبَ usaha seseorang. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ “Sesungguhnya sebaik-baik yang kalian makan adalah dari hasil usaha kalian, dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah dari usaha kalian” (Ahmad no 25296, HR At-Tirmidzi no 1358 dan Ibnu Maajah no 2290 dan dishahihkan oleh Al-Albani) Disebutkan Abu Lahab pernah berkata, إِنْ كَانَ مَا يَقُولُ ابْنُ أَخِي حَقًّا فَإِنِّي أَفْدِي نَفْسِي بِمَالِي وَوَلَدِي “Seandainya yang dikatakan ponakanku (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah benar (bahwa kita masuk neraka) maka saya akan menebusnya dengan harta dan anak-anakku.” (Tasir al-Qurthubi 20/238). Hingga kemudian turunlah ayat ini. Padahal harta dan anak-anak tidak ada faidahnya di akhirat kelak, begitu pula dengan kabilah, jabatan, pangkat, kedudukan, atau penghormatan manusia, semua itu tidak akan bermanfaat di akhirat, melainkan hanya amalan shalih yang akan bermanfaat. Di akhirat hanya ada dua jabatan, penghuni surga atau penghuni neraka. Lagi pula anak Abu Lahab yaitu ‘Utaibah bin Abi Lahab setelah itu tewas karena termakan doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan dalam siroh bahwasanya putra Abu Lahab yaitu ‘Utaibah selalu mengganggu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka Nabipun mendoakan agar ia celaka, Nabi berkata اللَّهُمَّ سَلِّطْ عَلَيْهِ كَلْبَكَ َ “Ya Allah kuasakanlah anjingMu kepadanya”. Maka suatu hari ‘Utaibah pergi ke negeri Syaam dengan rombongan kafilah dagang, lalu merekapun mampir di suatu tempat. Ia pun berkata, “Sesungguhnya aku takut dengan doanya Muhammad”. Teman-temannya berkata, “Jangan kawatir”. Mereka lalu meletakan barang-barang mereka di sekitarnya, lalu mereka duduk menjagnya. Tiba-tiba ada seekor singa yang datang dan mencabutnya dari mereka dan membawanya pergi”. (HR Al-Hakim 2/588 dan dishahikan oleh Hakim serta disepakati oleh Adz-Dzahabi dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 4/39. Lihat juga As-Sunan al-Kubro, Al-Baihaqi no 10052 dan Tashhiiafaat al-Muhadditsiin 2/708) Lihatlah keluarga Abu Lahab yang benar-benar rusak, suami, istri, dan anak semuanya di neraka karena semuanya memusuhi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal Nabi adalah keponakan Abu Lahab. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir Al-Lahab (Ayat 3) لَهَبٌ artinya menyala-nyala. Dia bergelar Abu Lahab dan kelak dia akan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala pula. Inilah salah satu kemukjizatan surat Al-Lahab, Allah mengabarkan bahwasanya Abu Lahab akan masuk ke dalam neraka Jahannam. Ini menunjukkan bahwasanya Abu Lahab tidak akan menjadi muslim selamanya. Allah mengabarkannya kepada Nabi padahal surat ini turun di awal-awal dakwah Nabi. Demikian juga dalam surat -sebagaimana di ayat yang akan datang- ini Allah mengabarkan bahwa istrinya juga masuk neraka. Bahkan tentang Fir’aun saja Allah tidak mengabarkan kepada Musa bahwasanya dia akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Justru Allah menyuruh Musa untuk mendakwahi Fir’aun, barangkali dia sadar. Allah berfirman: اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ (44) “(43) Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; (44) maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS Thaha : 43-44) Berbeda dengan Abu Lahab, Allah telah mengabarkannya sejak awal-awal dakwah Nabi. Seandainya Abu Lahab masuk Islam maka bathillah pernyataan Allah pada surat ini. Dan benar terbukti bahwasanya Abu Lahab tidak masuk Islam hingga akhir hayatnya. Bahkan Allāh tidak pernah memvonis orang Quraisy masuk neraka kecuali Abū Lahab. Abū Jahal saja tidak disebutkan secara spesifik. Adapun Abū Lahab di awal-awal dakwah sudah divonis akan masuk neraka padahal Abu Lahab masih hidup. Dan ternyata vonis Allah itu benar, karena Abu Lahab -demikian juga istrinya- ternyata tidak akan beriman sampai mati. Dan ini merupakan mukjizat Al-Qur’an, karena bisa saja Abu Lahab menyatakan dirinya masuk Islam untuk membuktikan bahwa surat al-Masad salah. Akan tetapi ternyata hal ini tidak terjadi dan ia mati dalam kondisi musyrik. Bahkan Abu Lahab pun tidak berbohong dengan mengaku Islam dalam rangka mendustakan Muhammad. Padahal bisa saja ia berbohong bahwa ia telah masuk Islam, maka hancurlah dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan berbohong masuk Islampun dicegah oleh Allah. Padahal di zaman Nabi ﷺ banyak orang Quraisy yang awalnya memusuhi Nabi namun Allah tidak memvonis mereka masuk neraka karena akhirnya mereka masuk Islam di kemudian hari. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir Al-Lahab (Ayat 4) Abu Lahab dan istrinya yaitu al-‘Auroo’ Ummu Jamil bintu Harb (saudarinya Abu Sufyan bin Harb) adalah pasangan suami istri yang kompak. Sebagaimana Abu Lahab sering menggganggu Nabi dan dakwahnya maka demikian juga Ummu Jamil sering mencela Nabi. Seperti yang pernah disebutkan pada tafsir Adh-Dhuha tentang sebab turunnya, diantaranya saat itu Ummu Jamil mencela Nabi karena beberapa hari tidak turun wahyu kepadanya, dia berkata (yang maknanya kurang lebih), ”Apakah temanmu meninggalkan engkau wahai Muhammad, sudah beberapa hari tidak nampak?” Disebutkan dalam ayat ini bahwasanya Ummu Jamil pembawa kayu bakar. Tentang maksud pembawa kayu bakar maka ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir. Ada yang mengatakan bahwasanya Ummu Jamil suka melakukan namimah dan maksud dari kayu bakar adalah sesuatu untuk menyalakan permusuhan. Seperti suaminya, apabila Nabi berceramah maka Abu Lahab juga ikut berceramah memprovokasi orang-orang agar tidak mendengar perkataan Nabi, demikian pula Ummu Jamil ikut memprovokasi dengan melakukan namimah terhadap Nabi di tengah masyarakat. Sebagian lagi berpendapat bahwa Ummu Jamil membawa kayu bakar dan duri-duri lalu diletakkannya di jalan-jalan Nabi pada malam hari agar Nabi menginjak duri-duri itu. Sebagian yang lain berpendapat bahwasanya ini adalah cerita tentang akhirat. Di akhirat nanti suaminya dibakar sedangkan Ummu Jamil ikut membawa kayu bakarnya untuk membakar suaminya. Dan ini adalah siksaan yang sangat menyakitkan dan menghinakan bagi Ummu Jamil, tatkala ia ikut berpartisipasi dalam menyiksa orang yang paling ia muliakan yaitu Abu Lahab suaminya sendiri. Dan sebaliknya adzab dan siksaan yang pedih bagi Abu Lahab tatkala melihat dirinya diadzab oleh orang yang paling ia cintai. Hal ini dikarenakan tatkala di dunia ia membantu suaminya untuk mengganggu Nabi, maka di akhirat juga ia membantu membakar suaminya. (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/240, At-Tahriir wa at-Tanwiir 30/605, dan Tafsir as-Sa’di hal 936). Intinya Ummu Jamil mengikuti kelakuan suaminya yang menentang dakwah. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir Al-Lahab (Ayat 5) Tentang tafsir kata مَسَدٍ sebagian mengatakan maksudnya adalah sabut atau semacam tumbuhan yang dibuat berbentuk kalung, ada pula yang mengatakan itu adalah besi. Intinya Allah akan mengalungkan dia dengan kalung yang terbuat dari api neraka Jahannam, apakah itu kayu yang dibakar atau besi yang dibakar oleh Allah. As-Syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa bahwa Ummu Jamiil adalah wanita yang bernasab tinggi di Quraisy. Akan tetapi demi untuk bisa menyakiti dan mengganggu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka iapun pergi ke padang pasir untuk mencari kayu sambil membawa tali yang ia kalungkan di lehernya untuk mengikat kayu-kayu tersebut untuk digunakan mengganggu Nabi. Dimana ia meletakan kayu-kayu dan duri-duri pada malam hari di jalan yang biasa dilalui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Lihat Tafsir juz ‘Amma, al-‘Utsaimin hal 347) Disebutkan bahwasanya Ummu Jamil punya kalung yang mahal dan dia ingin menginfakkan kalungnya demi untuk memusuhi dakwah Muhammad. Oleh karena itu, Allah membalasnya dengan memberikan untuknya kalung yang terbuat dari api neraka Jahannam yang akan menyiksanya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/487) Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir