114. Surat An-Naas
Terjemah
Tafsir
An-Naas (Ayat 1)
An-Naas (Ayat 1)
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
qul ʾaʿūdhu bi-rabbi n-nāsi “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan Yang Memelihara dan Menguasai Manusia" Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
An-Naas (Ayat 2)
An-Naas (Ayat 2)
مَلِكِ النَّاسِ
maliki n-nāsi “Raja manusia” Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
An-Naas (Ayat 3)
An-Naas (Ayat 3)
إِلَٰهِ النَّاسِ
ʾilāhi n-nāsi “Sesembahan manusia” Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
An-Naas (Ayat 4)
An-Naas (Ayat 4)
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
min sharri l-waswāsi l-khannāsi “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi” Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
An-Naas (Ayat 5)
An-Naas (Ayat 5)
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
min sharri l-waswāsi l-khannāsi “Yang membisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia” Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
An-Naas (Ayat 6)
An-Naas (Ayat 6)
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
mina l-jinnati wa-n-nāsi “Dari (golongan) jin dan manusia” Sumber : https://bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 1)
Tafsir An-Naas (Ayat 1)
— Tidak Ada Tafsir —
Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 2)
Tafsir An-Naas (Ayat 2)
— Tidak Ada Tafsir —
Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 3)
Tafsir An-Naas (Ayat 3) Allah menyuruh berlindung dengan tiga sifat-Nya Allah yaitu pencipta dan pemelihara manusia, Rajanya manusia, dan sesembahannya manusia, dari godaan syaitan yang merupakan sumber segala keburukan. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 4)
Tafsir An-Naas (Ayat 4) Sebagaimana telah dijelaskan pada tafsir surat Al-Falaq tentang sumpah Iblis, yaitu untuk menyesatkan seluruh manusia. الْخَنَّاسِ secara bahasa artinya الرَّجَّاعِ “yang selalu kembali”, yaitu syaitan bersembunyi dan menjauh jika manusia mengingat Allah untuk kembali lagi menggoda manusia tatkala sedang lalai. (lihat Tafsir Al-Baghowi 8/597) Ibnul Qoyyim berkata : وتأمل حكمة القرآن الكريم وجلالته كيف أوقع الاستعاذة من شر الشيطان الموصوف بأنه الوسواس الخناس الذي يوسوس في صدور الناس ولم يقل من شر وسوسته لتعم الاستعاذة شره جميعه فإن قوله: {مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ} يعم كل شره ووصفه بأعظم صفاته وأشدها شرا وأقواها تأثيرا وأعمها فسادا وهي الوسوسة التي هي مبادئ الإرادة فإن القلب يكون فارغا من الشر والمعصية فيوسوس إليه ويخطر الذنب بباله فيصوره لنفسه ويمنيه ويشهيه فيصير شهوة ويزينها له ويحسنها ويخيلها له في خيال تميل نفسه إليه فيصير إرادة “Perhatikanlah hikmah Al-Qur’an al-Karim dan keagungannya, lihatlah bagaimana Al-Qur’an menyebutkan meminta perlindungan dari syaitan yang disifati dengan الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (syaitan yang sering bersembunyi dan membisiki dada manusia), dan Al-Qur’an tidak menyatakan meminta perlindungan dan was-was/bisikan syaitan, agar permohonan perlindungan mencakup dari seluruh kejahatan dan keburukan syaitan. Yang diantara sifat syaitan yang sangat berbahaya dan yang sangat kuat pengaruhnya dan paling luas dampak kerusakannya adalah waswasah/bisikan syaitan. Karena bisikan itulah awal dari kehendak. Pada asalnya hati dalam kondisi kosong dari keburukan dan maksiat, lalu syaitanpun membisikan hati lalu terpetiklah maksiat dalam benaknya lalu syaitanpun menggambarkan maksiat itu pada hati tersebut dan membangkitkan angan-angan kosong lalu menjadikan hati bersyahwat, lalu syaitan menghiasinya dan mengindahkannya, lalu menjatuhkannya dalam khayalan-khayalan yang menjadikan jiwanya condong dan tertarik. Maka timbulah iroodah (keingingan untuk bermaksiat) ثم لا يزال يمثل ويخيل ويمني ويشهي وينسى علمه بضررها ويطوي عنه سوء عاقبتها فيحول بينه وبين مطالعته فلا يرى إلا صورة المعصية والتذاذه بها فقط وينسى ما وراء ذلك فتصبر الإرادة عزيمة جازمة فيشتد الحرص عليها من القلب فيبعث الجنود في الطلب فيبعث الشيطان معهم مدادا لهم وعونا فإن فتروا حركهم وإن ونوا أزعجهم كما قال تعالى: {أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزّاً} أي تزعجهم إلى المعاصي إزعاجا كلما فتروا أو ونوا أزعجتهم الشياطين وأزتهم وأثارتهم فلا تزال بالعبد تقوده إلى الذنب Lalu syaitan terus mendatangkan khayalan dan memberikan angan-angan, menjadikannya bernafsu, membuatnya lupa akan bahayanya maksiat dan syaitan melipat (menutupi) akibat buruk maksiat, lalu syaitan menghalanginya dari memandang akibat buruknya, akhirnya ia tidak melihat kecuali maksiat di hadapannya dan hanya kelezatan bermaksiat, iapun lupa semua yang akan muncul akibat maksiat. Maka meningkatlah dari iroodah (keinginan bermaksiat) menjadi ‘azimah (azam/tekad) yang kuat untuk bermaksiat. Lalu hatipun semakin semangat untuk bermaksiat, lalu syaitan pun mengirim pasukannya (yaitu orang-orang yang buruk) untuk membantu mencari maksiat tersebut, bahkan syaitan mengirimkan tambahan bantuan kepada pasukan tersebut. Jika pasukan tersebut bermalas-malasan maka syaitan akan memotivasi mereka, jika tidak semangat maka syaitan akan menggelisahkan mereka. Sebagaimana firman Allah أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزّاً “Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?” (QS Maryam : 83) Yaitu syaitan menjadikan mereka gelisah kalua tidak bermaksiat, setiap kali mereka malas atau berlambat-lambat maka syaitan menggelisahkan mereka, mengganggu mereka, sehingga syaitan senantiasa menggirin hamba kepada dosa” (Badaa’iul Fawaaid 2/257-258) Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 5)
Tafsir An-Naas (Ayat 5) Diantara anak buah Iblis adalah syaithan. Godaan syaitan sangat banyak dan bervariasi, diantaranya dengan membisikan keburukan di hati manusia. Mulai dari menggambarkan keburukan menjadi indah, menjanjikan bagi keburukan janji-janji palsu, menyemangati manusia untuk melakukannya, menakuti-nakuti orang yang hendak melakukan kebaikan, menggambarkan bahwa kebajikan adalah kebaikan, menjadikan manusia tidak bersemangat dan menunda-nunda kebaikan, dan lain-lain. Dan syaitan selalu kerjaan seperti ini (lihat Tafsir As-Sa’di hal 937) Oleh karena itu, Nabi bersabda dalam sebuah hadits bahwasanya syaithan itu menyusup ke dalam aliran darah. عَنْ صَفِيَّةَ ابْنَةِ حُيَىٍّ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مُعْتَكِفًا ، فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلاً فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ ، فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِى لِيَقْلِبَنِى . وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِى دَارِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ ، فَمَرَّ رَجُلاَنِ مِنَ الأَنْصَارِ ، فَلَمَّا رَأَيَا النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَسْرَعَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَىٍّ » . فَقَالاَ سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ ، وَإِنِّى خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِى قُلُوبِكُمَا سُوءًا – أَوْ قَالَ – شَيْئًا Dari Shafiyyah binti Huyay, ia berkata, “Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beri’tikaf, lalu aku mendatangi beliau. Aku mengunjunginya di malam hari. Aku pun bercakap-cakap dengannya. Kemudian aku ingin pulang dan beliau berdiri lalu mengantarku. Kala itu rumah Shofiyah di tempat Usamah bin Zaid. Tiba-tiba ada dua orang Anshar lewat. Ketika keduanya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mempercepat langkah kakinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Pelan-pelanlah, sesungguhnya wanita itu adalah Shofiyah binti Huyay.” Keduanya berkata, “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah. Aku khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua.” (Muttafaqun ‘alaih. HR Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175) Awalnya mereka berdua tidak su’udzhan, tetapi bisa jadi setelah beberapa lama su’udzhan itu muncul dalam diri mereka. Demikianlah pekerjaan syaithan. Oleh karena itu, Nabi mengatakan, “Ini istriku, Shafiyyah” untuk menghilangkan su’udzhan yang akan dilemparkan oleh syaithan. Demikianlah kelakuan syaithan, dia sering sekali mendikte terutama masalah su’udzhan. Sering terjadi banyak pertikaian, perceraian, gara-gara salah sangka atau buruk sangka. Suami buruk sangka terhadap istri, dan istri buruk sangka terhadap suami. Dan yang paling berperan adalah syaithan. Sebelum su’udzhan muncul, asalnya kedua belah pihak masih bisa saling memberikan udzur dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang baik, tetapi syaithan mendiktenya agar mereka memilih kemungkinan yang buruk. Nabi bersabda: إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ “Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (HR Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563) Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir
Tafsir An-Naas (Ayat 6)
Tafsir An-Naas (Ayat 6) Ada dua tafsiran dikalangan para ulama tentang yang dimaksudkan dengan jin dan manusia pada ayat ini. Tafsiran pertama, kata jin dan manusia tersebut kembali kepada pembisik-pembisik yaitu para penggoda (yang tersebut pada ayat keempat), bahwasanya yang membisik-bisik ada dari golongan jin dan ada pula dari golongan manusia. Manusia berbicara langsung, sedangkan jin masuk ke dalam dada kadang tanpa disadari. Karena syaitan bisa dari kalangan jin dan manusia. Allah berfirman : وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (QS Al-An’aam : 112) Tafsiran kedua, kata jin dan manusia tersebut kembali kepada yang dibisikkan (yang digoda) sebagaimana pada ayat kelima. Namun pada ayat kelima tersebut yang disebutkan hanya manusia yang digoda karena kebanyakan yang digoda adalah manusia, tetapi yang dimaksudkan adalah keduanya karena jin dan manusia sama-sama mendapat beban syariat. Sebagaimana manusia dibisikkan oleh manusia yang buruk, maka jin yang baik juga di bisikkan/digoda oleh jin yang buruk, itulah syaithan. Ini juga menjelaskan perbedaan antara Iblis, syaitan, dan jin. Jin lebih umum mencakup Iblis, jin yang baik, dan jin yang jahat. Hanya Iblislah yang diberi umur panjang oleh Allah untuk menggoda manusia, tidak mati hingga hari kiamat. Adapun jin yang lain tidaklah demikian. Adapun syaitan maka itu adalah sifat yang buruk, jin yang buruk disebut syaitan, dan demikian juga manusia yang buruk juga disebut syaitan. Sumber : bekalislam.firanda.net/tafsir